Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau juga kelompok)
yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik termasuk juga interaksi sosial yang bersifat
disosiatif. Sebagai bahan memperluas pengetahuan kita tentang konflik sosial,
berikut akan dipaparkan pendapat beberapa ahli mengenai istilah tersebut.
Soerjono Soekanto, menyebut konflik
sebagai suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi
tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan, yang disertai dengan ancaman dan
atau kekerasan.
Lewis A. Coser, berpendapat bahwa
konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai atau tuntutan atas status,
kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan,
mencederai, atau melenyapkan lawan.
John Lewis Gillin dan John Philip
Gillin, melihat konflik sebagai bagian dari proses interaksi sosial manusia
yang saling berlawanan (oppositional process). Artinya, konflik adalah bagian
dari sebuah proses interaksi sosial yang terjadi karena adanya
perbedaan-perbedaan fisik, emosi, kebudayaan, dan perilaku.
Ralf Dahrendorf, melihat konflik
sosial sebagai polarisasi kekuasaan dan wewenang yang tidak seimbang
(imperative coordinated associations), sehingga mengakibatkan perbedaan
kepentingan antara mereka yang berkuasa dan memiliki wewenang dengan mereka
yang dikuasai atau tidak memiliki kekuasaan dan wewenang di dalam masyarakat.
De Moor, dalam suatu sistem sosial
dapat dikatakan terdapat konflik apabila para penghuni sistem tersebut
membiarkan dirinya dibimbing oleh tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang
bertentangan dan terjadi secara besar-besaran.
Robert M. Z. Lawang, konflik merupakan
sebuah perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka seperti nilai, status,
kekuasaan dan sebagainya. Tujuan dari mereka yang berkonflik itu tidak hanya
untuk memperoleh kemenangan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya
(lawannya).
Robbins, konflik dimaknai sebagai
suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah
mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif,
sesuatu yang diperhatikan oleh pihak pertama. Suatu ketidakcocokan belum bisa
dikatakan sebagai suatu konflik bilamana salah satu pihak tidak memahami adanya
ketidakcocokan tersebut.
Fisher, berpendapat bahwa tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bisa terjadi karena hubungan antara
dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa
memiliki tujuan-tujuan yang tidak sejalan.
White & Bednar, konflik sosial
adalah suatu interaksi antara orang-orang atau kelompok yang saling bergantung
merasakan adanya tujuan yang saling bertentangan dan saling mengganggu satu
sama lain dalam mencapai tujuan itu.
Cassel Concise, mengemukakan bahwa
konflik sebagai “a fight, a collision; a struggle, a contest; opposition of
interest, opinion or purposes; mental strife, agony”. Pengertian tersebut
memberikan penjelasan bahwa konflik adalah suatu pertarungan, suatu benturan;
suatu pergulatan; pertentangan kepentingan, opini-opini atau tujuan-tujuan;
pergulatan mental, penderitaan batin.
Wexley &Yukl, konflik juga
merupakan perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak (two parties) yang
ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu
dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya.
Clinton, konflik adalah relasi-relasi
psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuantujuan yang tak bisa
dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan strukturstruktur nilai
yang berbeda. Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis mencakup
tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan halus,
terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar