Dalam hitungan bulan, proses pembelajaran semester genap akan segera berakhir. Namun, proses penerimaan siswa baru untuk tahun 2021/2022 sudah mulai dilakukan. Bahkan ada beberapa sekolah yang sudah menutup proses pendaftaran.
Bagi sekolah-sekolah yang lebih awal membuka pendaftaran,
biasanya dilakukan oleh sekolah-sekolah swasta yang bonafit, berbasis
pesantren, dan ternama. Bahkan luar biasanya masyarakat berbondong-bondong
untuk menuntut ilmu di tempat itu, mereka tidak lagi meihat nilai nominal uang
yang harus dikeluarkan, tetapi mereka mencari cara agar bagaimana bisa diterima
di sekolah yang bonafit dan ternama tersebut.
Sementara bagi sekolah-sekolah yang berada di “kelas dua”,
masih harus berjuang mencari peserta didik baru dan harus “bertarung” dengan
sekolah-sekolah negeri yang juga pesertanya sudah mengantri. Keadaan seperti ini menjadi tantangan bagi sekolah-sekolah swasta
yang berada di kelas dua.
Bagaimana tidak, bagi sekolah negeri apalagi sekolah
favorit, mereka tidak harus “capek-capek” mensosialisasikan sekolahnya kepada
calon pesertanya. Karena calon pesertanya akan dengan sendirinya datang bahkan
menunggu informasi kapan sekolah negeri tersebut membuka pendaftaran.
Ada fenomena di mana sekolah-sekolah swasta yang berada di
level atau kelas dua, harus berjuang mati-matian mempromosikan sekolahnya
dengan tujuan agar sekolahnya terus bisa beroperasi. Ada banyak alasan yang
dikemukakan oleh para calon siswa baru ketika mereka ingin daftar ke sekolah
negeri. Misalnya, sarana prasarana yang dianggap lebih lengkap, sdm gurunya
yang lebih professional, dan ada anggapan bahwa bersekolah di sekolah pavorit akan
lebih mudah diterima di perguruan tinggi negeri.
Berangkat dari berbagai kasus di atas, saya berpandangan :
- Pertama; pemerintah mesti melakukan pemerataan dalam proses pembangunan sarana-prasarana. Karena bagi sekolah swasta yang minim donator, sangat tertatih-tatih dalam melakukan pembangunan sarana-prasarana yang lengkap. Sementara tidak bisa dipungkiri bahwa sarana salah satu standar yang mesti diadakan oleh setiap sekolah. Jika sarana-prasarana lengkap, calon siswa akan dengan sendirinya mendaftar.
- Kedua, Sumber Daya Manusia di sekolah sekolah swasta mesti mau melakukan trobosan, kreatif dan mau bersaing. Caranya bisa dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, workshop, atau seminar yang bisa meningkatkan kompetensi guru.
- Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah harus ada sinergitas atau kesamaan visi antara kemendikbud dan kemenag. Hal ini khusus untuk sekolah sekolah yang ada dinaungan kemenag, terkadang ada perbedaan kebijakan antara kemenag dengan kemendikbud. Ada juga yang sama tetapi datang belakangan. Jika ini terus terjadi, yang ada akan menjadi bahan perbandingan bagi para orang tua siswa. Ujung-ujungnya orang tua akan memilih sekolah yang lebih menguntungkan anak didiknya.
- Keempat, harus ada batas atas peserta didik yang diterima di setiap sekolah. Kenapa ini harus dilakukan ? supaya sebaran calon siswa merata. Jangan ada sekolah yang banyak calon pesertanya, tetapi disisi lain ada sekolah yang siswanya sangat sedikit.
Barangkali itu pandangan saya mengenai keberadaan sekolah swasta kelas dua di tengah-tengah sekolah negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar