Pengertian sosialisasi secara sederhana dapat dipahami sebagai proses internalisasi nilai dan norma sosial ke dalam individu. Sosialisasi merupakan bagian inti dari proses interaksi sosial. Sebagai makhluk sosial, kita senantiasa berinteraksi dengan manusia lainnya. Dalam proses interaksi, terjadi sosialisasi. Sejak kita lahir di dunia, proses sosialisasi sudah dimulai. Misalnya, ketika orang tua kita mengajarkan kita berbicara, menyuruh kita makan dengan tangan kanan, atau mengajak kita bermain. Sosialisasi mengandung nilai yang nantinya kita refleksikan ketika sudah mencapai kedewasaan berpikir
A. Sosialisasi |
|||
1. |
Pengertian Sosialisasi |
||
|
Pengertian sosialisasi menurut
beberapa ahli: |
||
|
a. |
Soerjono Soekanto, sosialisasi
sebagai proses sosial dimana individu mendapatkan pembentukan sikap untuk
berperilaku sesuai perilaku orang-orang di sekitarnya. |
|
|
b. |
Peter L. Berger, sosialisasi
sebagai proses individu menjadi anggota masyarakat yang partisipatif. |
|
|
c. |
Horton dan Hunt, sosialisasi
adalah proses seseorang menghayati norma[1]norma
kelompok dimana ia hidup sehingga timbul kepribadian yang unik. |
|
|
d. |
Edward Shils, sosialisasi
sebagai proses sosial seumur hidup seseorang yang dijalani sebagai anggota
kelompok dan masyarakatnya melalui pembelajaran kebudayaan. |
|
|
Sosialisasi merupakan proses
penghayatan nilai dan norma sosial ke dalam individu dalam rangka penyesuaian
diri sebagai anggota kelompok atau masayarakat. Proses penghayatan
menunjukkan adanya internalisasi nilai dan norma dari luar masuk ke dalam
diri. Nilai dan norma inilah yang pada akhirnya memengaruhi pembentukan
kepribadian. Di sini, pengertian sosialisasi dan prosesnya melekat erat
dengan pembentukan kepribadian. |
||
2. |
Tujuan Sosialisasi |
||
|
Tujuan sosialisasi adalah
sebagai berikut: |
||
|
a. |
Mengetahui nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku di dalam suatu masyarakat sebagai keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupan seseorang kelak di
tengah-tengah masyarakat di mana individu tersebut sebagai anggota
masyarakat. |
|
|
b. |
Mengetahui lingkungan sosial
budaya baik lingkungan sosial tempat individu bertempat tinggal termasuk juga
di lingkungan sosial yang baru agar terbiasa dengan nilai-nilai dan
norma-norma sosial yang ada pada masyarakat. |
|
|
c. |
Membantu pengendalian
fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang
tepat |
|
|
d. |
Menambah kemampuan
berkomunikasi secara efektif dan efisien serta mengembangkan kemampuannya
seperti membaca, menulis, berekreasi, dan lain-lain. |
|
|
e. |
Membantu individu untuk
mengetahui identitas dirinya baik secara fisik maupun mental. |
|
|
f. |
Memberikan keterampilan yang
dibutuhkan individu dalam kehidupannya di tengah masyarakat. |
|
|
g. |
Menanamkan nilai dan
kepercayaan pokok yang telah ada di masyarakat. |
|
|
h. |
Mengembangkan kemampuan
individu agar dapat berkomunikasi secara efektif. |
|
|
i. |
Mengajarkan cara introspeksi diri
yang tepat agar ia dapat mengembangkan fungsi organiknya. |
|
3. |
Jenis-jenis Sosialisasi |
||
|
Menurut Ihromi (2004), terdapat
dua macam sosialisasi yaitu: |
||
|
a. |
Sosialisasi Primer |
|
|
|
Sosialisasi primer adalah
sosialisasi yang pertama dijalani oleh individu semasa kecil, dimana ia
menjadi anggota masyarakat, dalam tahap ini proses sosialisasi primer
membentuk kepribadian anak ke dalam dunia umum dan keluarga yang berperan
sebagai agen sosialisasi. Sosialisasi primer berlangsung saat anak mulai
mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga, secara bertahap dia mulai
mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. Peran
orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting, sebab seorang
anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Kepribadian anak
akan sangat ditentukan oleh interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota
keluarga terdekatnya. |
|
|
b. |
Sosialisasi Sekunder |
|
|
|
Sosialisasi sekunder adalah
proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke
dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya. Proses sosialisasi pada
tahap ini mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme (dunia yang lebih
khusus) dan dalam hal ini yang menjadi agen sosialisasi adalah lembaga
pendidikan, peer group, lembaga pekerjaan, dan lingkungan yang lebih luas
dari keluarga. Proses resosialisasi adalah pemberian suatu identitas diri
yang baru kepada seseorang, sedangkan dalam proses desosialisasi seseorang
mengalami pencabutan identitas diri yang lama. |
|
4. |
Proses Sosialisasi |
||
|
Sosialisasi merupakan sebuah
proses dimana manusia belajar berinteraksi dengan orang lain, bagaimana cara
bertindak, berpikir, dan merasakan. Semua hal tersebut merupakan bagian
penting untuk menghasilkan partisipasi sosial yang efektif dalam kelompok
masyarakat. Menurut Lindsley dan Beach (2004), proses sosialisasi dalam
masyarakat adalah sebagai berikut: |
||
|
a. |
Tahap Persiapan (Preparatory
Stage) |
|
|
|
Tahap ini dialami sejak manusia
dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia
sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini
juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. |
|
|
b. |
Tahap Meniru (Play Stage) |
|
|
|
Tahap ini ditandai dengan
semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh
orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan
siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari
tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu
dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi
orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial
manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang
tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. |
|
|
c. |
Tahap Siap Bertindak (Game
Stage) |
|
|
|
Dalam tahap siap bertindak,
peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan peran secara
langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuan menempatkan diri
pada posisi orang lain pun meningkat, sehingga memungkinkan adanya kemampuan
bermain secara bersama-sama. kesadaran adanya tuntutan untuk membela keluarga
dan bekerja sama dengan teman-temannya. Lawan berinteraksi semakin banyak dan
hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman
sebaya di luar rumah. |
|
|
d. |
Tahap Penerimaan Norma Kolektif
(Generalized Stage) |
|
|
|
Pada tahap ini seseorang telah
dianggap dewasa, dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara
luas. Individu dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama bahkan dengan orang
lain yang tidak dikenalnya, dengan perkembangan diri pada tahap ini telah
menjadikan individu sebagai warga masyarakat dalam arti sepenuhnya |
|
5. |
Media Sosialisasi |
||
|
Media atau agen sosialisasi
adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada lima
agen sosialisasi yang utama, yaitu: |
||
|
a. |
Keluarga |
|
|
|
Anak yang baru lahir, mengalami
proses sosialisasi pertama kali adalah di dalam keluarga. Dari sinilah pertama
kali anak mengenal lingkungan sosial dan budayanya. Anak mulai mengenal
seluruh anggota keluarganya, yakni ayah, ibu, dan saudaranya sampai anak
mengenal dirinya sendiri serta menaati norma-norma yang berlaku dalam
keluarga. Dengan demikian, diharapkan akan terbentuk keluarga yang harmonis.
Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses
sosialisasi manusia. |
|
|
b. |
Kelompok Bermain (peer group) |
|
|
|
Kelompok bermain merupakan agen
sosialisasi yang pengaruhnya besar dalam membentuk pola perilaku seseorang.
Dalam kelompok bermain, seorang anak belajar berinteraksi dengan orang-orang
sederajat atau sebaya |
|
|
c. |
Sekolah |
|
|
|
Sekolah merupakan agen
sosialisasi di dalam sistem pendidikan formal. Di sekolah seseorang
mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga ataupun
kelompok bermain. Pendidikan formal di sekolah mempersiapkan anak didik agar
dapat menguasi peranan[1]peranan baru yang dapat diterapkan apabila
ia tidak lagi tergantung pada orang tua. |
|
|
d. |
Lingkungan Kerja |
|
|
|
Kelompok lingkungan kerja
sangat beraneka ragam, misalnya kelompok pekerja pabrik, kelompok pegawai
kantor, kelompok petani, dan kelompok pedagang. Setiap kelompok memiliki
aturan-aturan sendiri. Seseorang yang melanggar aturan dapat dikenai sanksi.
Melalui peraturan, seseorang mempelajari berbagai nilai dan norma yang harus
dipatuhi untuk mencapai tujuan, misalnya meningkatkan disiplin diri dan
meningkatkan kerja sama dengan teman. Dalam hubungan sosial di lingkungan
kerja, setiap orang harus menjalankan peranan sesuai dengan kedudukannya. |
|
|
e. |
Media Massa |
|
|
|
Media massa juga merupakan agen
sosialisasi yang cukup berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Kehadiran
media massa mempengaruhi sikap dan tidakan anggota masyarakat. Nilai dan
norma yang disampaikan dan disajikan oleh media massa akan tertanam dalam
diri seseorang melalui penghilatan ataupun pendengaran. Informasi melalui
media massa dapat bersifat positif atau negatif. Apabila informasi tersebut
bersifat positif maka akan terbentuk kepribadian yang positif. Sebaliknya,
jika informasi tersebut bersifat negatif maka akan terbentuk kepribadian yang
negative |
|
6. |
Peranan Sosialisasi dalam
Pembentukan Kepribadian |
||
|
a. |
Pengertian Kepribadian |
|
|
|
1) |
Roucek dan Warren |
|
|
|
Kepribadian adalah organisasi
faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku
seoang individu. |
|
|
2) |
Theodore R. Newcomb |
|
|
|
Kepribadian adalah organisasi
sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku. |
|
|
3) |
Yinger |
|
|
|
Kepribadian adalah keseluruhan
perilaku dari seorang individu dengan sistem kecendrungan tertentu yang
berinteraksi dengan serangkaian situasi. |
|
b. |
Faktor-faktor Pembentuk
Kepribadian |
|
|
|
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kepribadian diantaranya adalah sebagai berikut: |
|
|
|
1) |
Warisan Biologis |
|
|
|
Semua manusia yang normal dan
sehat mempunyai persamaan biologis tertentu, seperti mempunyai dua tangan,
panca indera, kelenjar seksual dan otak yang rumit. Setiap warisan biologis seseorang
juga bersifat unik, yang berarti bahwa tidak seorangpun (kecuali anak kembar)
yang mempunyai karakteristik fisik yang sama. Untuk beberapa ciri, warisan
biologis lebih penting dari pada yang lainnya. Misalnya beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa IQ anak angkat lebih mirip dengan IQ orang tua
kandungnya daripada dengan orang tua angkatnya; dan dalam keluarga tertentu
anak kendung lebih mengikuti IQ orang tuanya dari pada anak angkat |
|
|
2) |
Lingkungan Fisik |
|
|
|
Lingkungan fisik merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kepribadian. Bangsa Athabascans memiliki
kepribadian yang dominan yang menyebabkan mereka dapat bertahan hidup dalam
iklim yang lebih dingin daripada daerah Arctic. Orang pedalaman Australia
harus berjuang dengan gigih untuk tetap hidup, padahal bangsa Samoa hanya
memerlukan sedikit waktu setiap harinya untuk mendapakan lebih banyak makanan
daripada yang bisa mereka makan. Suku Ik (dibaca “eek”) dari Uganda sedang
mengalami kelaparan secara perlahan, karena hilangnya tanah tempat perburuan
tradisional dan mereka menjadi sekelompok orang yang paling tamak, paling
rakus di dunia; sama sekali tidak memiliki keramahan tidak suka menolong atau
tidak mepunyai rasa kasihan, malah merebut makanan dari mulut anak mereka
dalam perjuangan mempertahankan hidup. Suku Quolla dari Peru digambarkan oleh
Trotter (1973) sebagai sekelompok orang yang paling keras di dunia dan ia
menghubungkan hal ini dengan hipoglikemia yang timbul karena kekurangan
makanan. |
|
|
3) |
Kebudayaan |
|
|
|
Sejak saat kelahiran, seorang
anak diperlakukan dalam cara-cara yang membentuk kepribadian. Setiap
kebudayaan menyediakan seperangkat pengaruh umum, yang sangat berbeda dari
masyarakat ke masyarakat. Sebagaimana diungkapkan Linton: “dalam beberapa
(masyarakat) bayi-bayi hanya disusui bila mereka menangis. Dalam masyarakat
lain mereka diberi minum menurut jadwal yang teratur. Dalam beberapa
masyarakat mereka dirawat oleh setiap wanita yang kebetulan siap, dalam
masyarakat lain mereka dirawat hanya oleh ibunya sendiri. Dalam beberapa
masyarakat, proses perawatan bayi merupakan kegiatan santai yang disertai
oleh elusan-elusan dan kenikmatan indrawi yang penuh untuk ibu dan anak.
Dalam masyarakat lain perawatan bayi bukan merupakan kegiatan yang memerlukan
waktu khusus dan santai. Ibu memandang kegiatan ini sebagai interupsi
kegiatan teraturnya dan mendesak anaknya untuk menyelesaikannya secepat
mungkin”. |
|
|
4) |
Pengalaman Kelompok |
|
|
|
Sepanjang hidup seseorang
tinggal dalam kelompok-kelompok tertentu, dan hal ini penting sebagai model
untuk gagasan atau norma[1]norma perilaku seseorang. Kelompok semacam
itu disebut kelompok referens (reference group). Mula-mula kelompok keluarga
adalah kelompok yang terpenting, karena kelompok ini merupakan kelompok
satu-satunya yang dimiliki bayi selama masa-masa yang paling peka.
Kepribadian dasar dari individu dibentuk pada tahun-tahun pertama dalam
lingkungan keluarga. Beberapa tahun kemudian kelompok sebaya (peer group)
menjadi penting sebagai suatu kelompok referens. Kegagalan seorang anak untuk
mendapatkan pengakuan sosial dalam kelompok sebaya sering diikuti oleh
penolakan sosial dan kegagalan sosial seumur hidup. Banyak studi telah
menunjukkan bahwa pada usia 15 tahunan kelompok sebaya telah menjadi kelompok
referens yang sangat penting dan barangkali merupakan pengaruh yang paling
penting terhadap sikap, tujuan serta norma perilaku. |
|
|
5) |
Pengalaman Unik |
|
|
|
Mengapa anak-anak yang
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sama sedemikian berbeda satu dengan
yang lainnya. Masalahnya adalah karena mereka tidak mendapatkan pengalaman
yang sama; mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa
hal dan berbeda dalam beberapa hal lainnya. Setiap anak memasuki suatu unit
keluarga yang berbeda. Anak yang dilahirkan pertama, yang merupakan anak
satu-satunya sampai kelahiran anak yang kedua, kemudian akan mempunyai adik
laki-laki atau perempuan dengan siap ia dapat bertengkar. Orang tua berubah
dan tidak memperlakukan sama semua anaknya. Anak-anak memasuki kelompok
sebaya yang berbeda, mungkin mempunyai guru yang berbeda dan berhasil
melampaui peristiwa yang berbeda pula. Sepasang anak kembar mempunyai warisan
yang identik dan lebih cenderung memperoleh pengalaman yang sama. Mereka
berada dalam suatu keluarga bersama-sama, seringkali mempunyai kelompok
sebaya yang sama dan diperlakukan kurang lebih sama oleh orang lain, akan
tetapi bahkan anak kembar pun tidak mengalami bersama seluruh peristiwa dan
pengalaman. Pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada pengalam
siapapun yang secara sempurna dapat menyamainya. Suatu inventarisasi dari
pengalaman sehari-hari berbagai anak-anak dalam suatu keluarga yang sama akan
mengungkapkan banyaknya perbedaan |
7. |
Internalisasi |
||
|
a. |
Pengertian Internalisasi |
|
|
|
Internalisasi adalah sebuah
proses atau cara menanamkan nilai-nilai normatif yang menentukan tingkah laku
yang diinginkan bagi suatu sistem yang mendidik menuju terbentuknya
kepribadian yang berakhlak mulia. |
|
|
b. |
Proses Internalisasi Nilai |
|
|
|
Ada tiga tahap yang mewakili
proses terjadinya internalisasi, yaitu : |
|
|
|
1) |
Tahap transformasi nilai |
|
|
|
Tahap ini merupakan suatu
proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang
baik dan kurang baik. Pada tahap ini, hanya terjadi komunikasi verbal antara
pendidik dan peserta didik. |
|
|
2) |
Tahap transaksi nilai |
|
|
|
Tahap transaksi nilai yaitu
suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah atau
interaksi antara peserta didik dan pendidik yang bersifat interaksi
timbal-balik. |
|
|
3) |
Tahap transinternalisasi |
|
|
|
Tahap ini jauh lebih mendalam
dari tahap transaksi. Tahap ini bukan hanya dilalui dengan komunikasi verbal,
tetapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi
kepribadian yang berperan secara aktif. |
8. |
Keteraturan Sosial |
||
|
a. |
Pengertian Keteraturan Sosial |
|
|
|
Keteraturan sosial adalah suatu
kondisi masyarakat yang mematuhi nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Wujud keteraturan sosial dapat dihihat dalam kehidupan masyarakat
yang aman, tertib, saling menghormati, dan mengedepankan gotong royong. Keteraturan
sosial dalam masyarakat dapat terbentuk melalui unsur-unsur yang ada di dalam
kehidupan bermasyarakat. |
|
|
b. |
Bentuk Keteraturan Sosial |
|
|
|
1) |
Tertib sosial |
|
|
|
Tertib sosial adalah kondisi
kehidupan suatu masyarakat yang aman, dinamis, dan teratur karena setiap
individu bertindak sesuai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Sebagai contoh, yang mengalami tertib sosial dalam masyarakat dapat dilihat
ketika kita mengamati pengguna jalan raya. Ciri-ciri tertib social: a) terdapat
suatu sistem nilai dan norma yang jelas, b) individu/kelompok dalam
masyarakat mengetahui dan memahami norma sosial dan nilai yang berlaku, dan
c) individu/kelompok dalam masyarakat menyesuaikan tindakannya dengan norma
dan nilai sosial yang berlaku. |
|
|
2) |
Order |
|
|
|
Order adalah sistem norma dan
nilal sosial yang berkembang, diakui, dan dipatuhi oleh seluruh anggota
masyaralat. Order dapat tercapai apabila terdapat tertib sosial dan setiap
individu melaksanakan hak serta kewajibannya. Contoh order adaah adat
istiadat yang dijadikan pedoman dalam Kehidupan kehidupan sehari-hari,
khususnya dalam kehidupan masyarakat, dari dahulu sampai dengan pada saat
ini. |
|
|
3) |
Keajegan |
|
|
|
Keajegan adalah kondisi yang
berkaitan erat dengan keteraturan sosial, dimana kondisi ini berlangsung
tetap serta berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu. Keajekan ini juga
adalah hasil hubungan yang terjadi dalam rutinitas kehidupan manusia.
Misalnya, dalam lembaga pendidikan, khsusnya untuk setiap peserta didik yang
selalu datang setiap pagi ke sekolah. Atau para petani pergi ke sawah yang
selalu membawa peralatan pertanian setiap harinya. |
|
|
4) |
Pola |
|
|
|
Pola adalah corak yang
mengakibatkan hubungan tetap dalam proses interaksi sosial, sehingga
seringakli keadaan ini dijakan sebagai model secara general (umum) karena
dianggap mampu mengatasi dan mengantisipasi perubahan sosial yang berdampak
pada hal negatif. Contoh pola dalam kehidupan bermasyarakat adalah musyawarah
yang seringkali dijadikan oleh masyarakat sebagai cara menyelesaikan masalah,
hal ini dikarenakan pola dalam bermusyawarah sudah teruji penggunaannya dalam
menyelesaikan masalah |
|
c. |
Syarat-Syarat Keteraturan
Sosial |
|
|
|
Syarat-syarat terwujudnya
keteraturan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain: |
|
|
|
1) |
Kesadaran warga tentang pentingnya
keteraturan masyarakat. |
|
|
2) |
Terdapat norma sosial yang
sesuai dengan kebutuhan dan peradaban masyarakat. |
|
|
3) |
Terdapat aparat penegak hukum
yang konsisten menjalankan segala tugas, fungsi, dan wewenangnya dalam upaya
mewujudkan keteraturan sosial. |
B. Perilaku Menyimpang
1. |
Pengertian Perilaku Menyimpang |
|
|
Perilaku menyimpang adalah
setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma[1]norma
dalam masyarakat. Sedangkan pelaku yang melakukan penyimpangan itu disebut
devian (deviant). Adapun perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang
berlaku dalam masyarakat disebut konformitas |
|
|
Ada beberapa definisi perilaku
menyimpang menurut beberapa tokoh sosiologi, antara lain: |
|
|
a. |
James Vender Zender, perilaku
menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar
batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang. |
|
b. |
Bruce J Cohen, perilaku
menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri
dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. |
|
c. |
Robert M.Z. Lawang, perilaku
menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut. |
2. |
Ciri-ciri Perilaku Menyimpang |
|
|
Menurut Paul B Horton
penyimpangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: |
|
|
a. |
Penyimpangan harus dapat
didefinisikan, artinya penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus
berdasar kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya. |
|
b. |
Penyimpangan bisa diterima bisa
juga ditolak. |
|
c. |
Penyimpangan relatif dan
penyimpangan mutlak, artinya perbedaannya ditentukan oleh frekuensi dan kadar
penyimpangan |
|
d. |
Penyimpangan terhadap budaya
nyata ataukah budaya ideal, artinya budaya ideal adalah segenap peraturan
hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Antara budaya nyata
dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. |
|
e. |
Terdapat norma-norma penghindaran
dalam penyimpangan. Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan
orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata
kelakuan secara terbuka. |
|
f. |
Penyimpangan sosial bersifat
adaptif, artinya perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk
menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. |
3. |
Sifat-sifat Penyimpangan |
|
|
a. |
Penyimpangan positif, merupakan
penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial yang didambakan, meskipun
cara yang dilakukan menyimpang dari norma yang berlaku. Contoh seorang ibu
yang menjadi tukang ojek untuk menambah penghasilan keluarga. |
|
b. |
Penyimpangan negatif, merupakan
tindakan yang dipandang rendah, melanggar nilai-nilai sosial, dicela dan
pelakunya tidak dapat ditolerir masyarakat. Contoh pembunuhan, pemerkosaan,
pencurian dan sebagainya. |
4. |
Jenis-jenis Perilaku Menyimpang |
|
|
Menurut Lemert (1951)
Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyimpangan primer dan
sekunder. |
|
|
a. |
Penyimpangan primer,
penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat
diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara,
tidak dilakukan secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh
masyarakat. Contohnya: pengemudi yang sesekali melanggar lalu lintas. |
|
b. |
Penyimpangan sekunder,
penyimpangan yang dilakukan secara terus menerus sehingga para pelakunya
dikenal sebagai orang yang berperilaku menyimpang. Misalnya orang yang mabuk
terus menerus. Contoh seorang yang sering melakukan pencurian, penodongan,
pemerkosaan dan sebagainya. |
|
Sedangkan menurut pelakunya,
penyimpangan dibedakan menjadi 2, yaitu: |
|
|
a. |
Penyimpangan individual,
penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau individu tertentu terhadap
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh: seseorang yang sendirian
melakukan pencurian. |
|
b. |
Penyimpangan kelompok,
penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap norma-norma
masyarakat. Contoh geng penjahat. |
5. |
Teori penyimpangan sosial |
|
|
a. |
Teori Differential Association |
|
|
Menurut pandangan teori ini,
penyimpangan sosial bersumber pada pergaulan yang berbeda yang terjadi
melalui proses alih budaya. |
|
b. |
Teori Labeling |
|
|
Menurut teori ini seseorang
menjadi menyimpang karena proses labeling, pemberian julukan, cap, etiket dan
merek yang diberikan masyarakat sehingga menyebabkan seseorang melakukan
penyimpangan sosial. |
|
c. |
Teori Struktur Sosial(Robert K.
Merton. ) |
|
|
Teori penyimpangan ini
bersumber dari struktur sosial. Menurut Merton terjadinya perilaku menyimpang
itu sebagai bentuk adaptasi terhadap situasi tertentu |
|
d. |
Teori Fungsi (Emile Durkheim) |
|
|
Bahwa kesadaran moral semua
anggota masyarakat tidak mungkin terjadi karena setiap orang berbeda satu
sama lainnya tergantung faktor keturunan, lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Menurut Durkheim kejahatan itu perlu, agar moralitas dan hukum itu
berkembang secara formal. |
|
e. |
Teori konflik (Karl Mark) |
|
|
Kejahatan erat terkait dengan
perkembangan kapitalisme. Menurtu teori ini apa yang merupakan perilaku
menyimpang hanya dalam pandangan kelas yang berkuasa untuk melindungi
kepentingan mereka. |
6. |
Faktor Penyebab Perilaku
Menyimpang |
|
|
a. |
Proses sosialisasi yang tidak
sempurna |
|
|
Karena ketidaksanggupan
menyerap nilai dan norma yang berlaku di masyarakat ke dalam kepribadiannya,
seorang individu tidak mampu membedakan perilaku yang pantas dan yang tidak
pantas. Ini terjadi karena seseorang menjalani proses sosialisasi yang tidak
sempurna dimana agen-agen sosialisasi tidak mampu menjalankan peran dan
fungsinya dengan baik. Contohnya seseorang yang berasal dari keluarga broken
home dan kedua orang tuanya tidak dapat mendidik anak secara sempurna sehinga
ia tidak mengetahui hak-hak dan kewajibanya sebagai anggota keluarga maupun
sebagai anggota masyarakat. Perilaku yang terlihat dari anak tersebut
misalnya tidak mengenal disiplin, sopan santun, ketaatan dan lain-lain |
|
b. |
Proses sosialisasi
subkebudayaan menyimpang |
|
|
Subkebudayaan menyimpang adalah
suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya
yang dominan. Unsur budaya menyimpang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang
dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang bertentangan dengan tata tertib masyarakat.
Contoh kelompok menyimpang diantaranya kelompok penjudi, pemakai narkoba,
geng penjahat, dan lain-lain |
|
c. |
Penyimpangan sebagai hasil
proses belajar yang menyimpang |
|
|
Proses belajar ini melalui
interaksi sosial dengan orang lain, khususnya dengan orang-orang berperilaku
menyimpang yang sudah berpengalaman. Penyimpangan inipun dapat belajar dari
proses belajar seseorang melalui media baik buku, majalah, koran, televisi
dan sebagainya. |
7. |
Bentuk-bentuk Perilaku
Menyimpang |
|
|
a. |
Penyalahgunaan Narkoba |
|
|
Merupakan bentuk penyelewengan
terhadap nilai, norma sosial dan agama. Dampak negatif yang ditimbulkan akan
menyebabkan berkurangnya produktivitas seseorang selama pemakaian bahan-bahan
tersebut bahkan dapat menyebabkan kematian. |
|
b. |
Penyimpangan seksual |
|
|
Penyimpangan seksual adalah
perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Penyebab penyimpangan seksual
antara lain adalah pengaruh film-film porno, buku dan majalah porno. |
|
c. |
Alkoholisme |
|
|
Alkohol disebut juga racun
protoplasmik yang mempunyai efek depresan pada sistem syaraf. Orang yang
mengkonsumsinya akan kehilangan kemampuan mengendalikan diri, baik secara
fisik, psikologis, maupun sosial. Sehingga seringkali pemabuk melakukan
keonaran, perkelahian, hingga pembunuhan. |
|
d. |
Kenakalan Remaja |
|
|
Gejala kenakalan remaja tampak
dalam masa pubertas (14 – 18 tahun), karena pada masa ini jiwanya masih dalam
keadan labil sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan yang negatif. |
SUMBER :
SRI UJI PARTIWI, S.Sos., M.Pd., Modul Sosiologi Kelas X. 2020. Direktorat SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar