Kalau dihitung sejak tahun 2005 mulai ngajar, berarti saya sudah ngajar hampir 16 (enam belas) tahun lamanya. Dan tujuan ngajar saya masih tetap sama, selain ingin mengamalkan ilmu yang saya punya, juga ingin mengabdikan diri sebagai guru buat anak-anak. Bukannya sombong (maaf yah) insyaallah kalau masalah persyaratan menjadi guru, saya berani katakan sudah terpenuhi.
Sebagai seorang guru, semuanya harus berpijak pada aturan mainnya, yaitu Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen. Dijelaskan dalam pasal 8 bahwa syarat menjadi guru itu harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Memiliki kualifikasi akademik.
- Memilki kualifikasi kompetensi.
- Memilki sertifikat pendidik.
- Sehat jasmani dan rohani.
- Memilki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sementara pada pasal 10 nya dijelaskan bahwa seorang guru itu harus memiliki 4 (empat) kompetensi, yaitu
- Kompetensi pedagogik; adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
- Kompetensi kepribadian; adalah kemampuan pribadi yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
- Kompetensi sosial; adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
- Kompetensi profesioanl yang diperoleh dari pendidikan profesi; adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Semua guru harus betul-betul faham tentang syarat dan kompetensi yang ada di undang-undang tersebut. Agar pembentukan karakter siswa yang menjadi salah satu tujuan dari pendidikan nasional itu akan benar-benar terwujud.
Dengan adanya aturan main tersebut diharapkan seorang guru harus sekuat tenaga dengan penuh keikhlasan mengajar, mendidik, membimbing dan membina anak didiknya agar menjadi anak-anak yang cerdas, mandiri dan berakhlakul karimah.
Namun, membentuk anak didik yang cerdas, mandiri, berakhlakul karimah dan memiliki motivasi yang tinggi untuk maju, akan terganggu manakala gurunya memiliki sikap dan perilaku “beracun” atau istilah kerennya Toxic Teacher”. Toxic Teacher sendiri adalah guru yang menjadi racun penghancur motivasi peserta didik
Selama ini saya terus mencoba agar tidak keluar dari aturan main itu, yakni aturan yang ada pada undang-undang nomor 14 tentang guru dan dosen, agar jangan sampai mendapatkan julukan sebagai seorang guru yang “minus” atau Toxic Teacher”.
Alasan kenapa saya harus menghindari Toxic teacher adalah karena seorang guru akan menjadi panutan (role model) bagi seluruh siswanya. Apa jadinya jika sikap-sikap yang toxic itu ada pada diri saya, bisa dibayangkan semua motivasi siswa akan terganggu.
Baca Juga : Mengenali Masalah Anak Lewat Home Visit
Menurut pandangan saya ada beberapa sikap dan perilaku yang mesti dilakukan agar terhindar dari julukan sebagai Toxic Teacher. Berikut 8 Tips agar terhindar dari julukan Toxic Teacher :
1. Selalu Tersenyum dan Ciptakan Lingkungan Kelas yang Positif (Positive Vibes)
Hal pertama yang harus diciptakan adalah suasana kelas yang positif. Biasakan 5 S, Senyum, Sapa, Salam, Sopan dan Santun kepada semua siswa. Ciptakan lingkungan yang positif (positive vibes), hindari sikap atau perilaku yang membuat anak menjadi takut kalau gurunya masuk kelas. Cara yang bisa dilakukan misalnya menanyakan kabar siswa dengan wajah yang tersenyum.
2. Berikan Kesempatan Anak untuk Bertanya
Agar terjadi proses interaksi yang sehat saat mengajar, maka seorang guru harus memberikan kesempatan kepada siswa jika ingin bertanya. Jangan mengajar satu arah, sehingga keinginan siswa untuk bertanya tertutup. Bahkan kalau perlu semua siswa dirangsang untuk bertanya. Bagi saya masalah pertanyaannya itu benar atau salah, nyambung atau tidak dengan pembahasan, tidak jadi masalah, yang penting ada keberanian dulu untuk bertanya.
3. Jangan Menganggap Semua Anak Memiliki Kemampuan yang Sama
Anak-anak dalam satu kelas tidak berangkat dari keluarga yang sama, artinya mereka memiliki karakter dan tingkat kecerdasan yang berbeda. Guru tidak perlu marah apabila menemukan siswa yang kurang bagus dalam pelajarannya, bisa jadi anak itu memiliki kecerdasan pada pelajaran yang lain.
4. Hindari Terus Menerus Memberikan Tugas
Memberikan tugas kepada anak boleh-boleh saja, dengan syarat benar-benar ada tugas atau keperluan yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi apa jadinya psikologis anak jika gurunya terus menerus memberikan tugas kepada siswanya, padahal guru yang bersangkutan ada. Kondisi ini sedikit banyak akan berpengaruh pada pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
5. Bersikap Sabar
Harus bersikap sabar adalah sikap yang harus ditanamkan pada setiap guru. Karena setiap anak dalam satu kelas tidak sama karakternya. Ada yang pendiam, aktif, bahkan hiperaktif. Semuanya tentu harus dihadapi dengan pebuh kesabaran. Akan sangat berbahaya apabila seorang guru memiliki perilaku yang pemarah. Tidak sedikit ditemukan anak yang minta pindah hanya gara-gara dimarahi terus oleh gurunya.
6. Hindari Mengeluarkan Kata-Kata Kasar
Ketika seorang guru marah itu hal yang manusiawi. Namun sebaiknya kemarahan seorang guru itu harus dikelola dengan baik. Misalnya hindari kata-kata kasar yang tidak sepatutnya diucapkan oleh seorang guru, hindari kata-kata yang mengarah pada kekerasan verbal dan pembullyan. Kalaupun mau marah, cukup intonasinya saja yang tinggi, kalimat yang disampaikannya adalah kalimat nasihat.
7. Bersikap Profesional
Ini yang kadang-kadang agak sulit dihindari, kita sebagai guru terkadang suka mencampuradukkan antara kewajiban di sekolah dan masalah di luar sekolah. Akhirnya siswa yang jadi sasaran kemarahan. Sebaiknya seorang guru harus bersikap profesional, masalah pribadi tidak dibawa ke sekolah.
8. Berikan Hak yang Sama Kepada Semua Siswa
Dulu waktu masih sekolah saya pernah mendengar ada istilah anak emas. Kemunculan istilah itu pasti ada sebabnya. Maka sebaiknya seorang guru harus memberikan hak yang sama kepada semua siswa, berikan perhatian kepada semuanya tanpa syarat, mau cerdas atau kemampuannya biasa saja.
Demikian tips agar seorang guru terhindar dari julukan Toxic Teacher. Semoga bermanfaat, kurang lebihnya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Bagi semua guru dimana pun anda berada, semoga kita semua diberikan kesabaran, ketabahan, dan kekuatan oleh Allah SWT untuk terus menjadi seorang guru.
Baca Juga : Perjalananku Sebagai Seorang Guru
Aduh, auto melayang kembali pada UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Kalau mata kuliah ini biasanya selalu jadi asdos (beberapa begitu sih).
BalasHapusSaya kalau mengajar selalu bermain, kalau ga main ya kasih motivasi.
Bimbing untuk uan saya banyak beri motivasi, latihan sekedarnya aja sesuai SK KD. Jadi kangen ngajar kalau gini.
Sekarang juga kan masih ngajar, Mas,,,
BalasHapusBahkan menurut saya, ngajar ala ala motivator kaya Mas, sangat dibutuhkan siswa
Wah ini sih para guru wajib baca, apalagi guru-guru baru ya pak. Keren pak Hamdan. Semangat terus ya
BalasHapusKalau baca tulisan tentang guru, jadi inget masa-masa sekolah dan inget pas dulu ikut pesantren. Kebetulan pesantrennya deket UPI, jadi santrinya banyak calon guru. Coba saya share di medsos saya ya, mudah-mudahan temen2 sesama santri dulu baca artikel ini :D
BalasHapusJadi teringat sama guru yang welas asih banget waktu SMA... kangen banget sama masa itu. Alhamdulillah belum pernah dapat guru yang Toxic. Kalau anakku pernah mengalami, parah banget SARA ... untunglah anakku mampu beradaptasi karena mereka para murid kompak.
BalasHapusBanyak juga ya pak kompetenai guru itu. Aku taunya hanya kompetensi pedagogik aja wkwkk
BalasHapusMasya Allah emang udah aseli guru nih pak hamdan. Gak hanya karena pengalaman ngajar yang udah lama ya. Tapi kemampuannya menjadi guru yang di sayang anak didik untuk tidak jadi guru toxic.
BalasHapusKeren ih . Aku sebagai alumni guru juga hehehe pernah ngajar merasa masih belum bisa meraih hati anak2